Mengadakan arisan dalam rangka berqurban masuk dalam pembahasan berhutang untuk qurban. Karena hakekat arisan adalah hutang. Sebagian Ulama` menganjurkan untuk berqurban meskipun harus hutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj: 36). Demikian pula Imam Ahmad dalam masalah aqiqah. Beliau menyarankan agar orang yang tidak memiliki biaya aqiqah agar berhutang dalam rangka menghidupkan sunnah aqiqah di hari ketujuh setelah kelahiran.
Sebagian Ulama` lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan hutang daripada berqurban. Di antaranya adalah Syaikh ‘Utsaimin dan Ulama` tim fatwa islamweb.net dibawah bimbingan Dr. ‘Abdullah Al Faqih (Fatwa Syabakah Islamiyah no. 7198 & 28826). Syaikh ‘Utsaimin mengatakan: “Jika orang punya hutang maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutang daripada berqurban.” [1] (Syarhul Mumti’ 7/455). Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi qurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit hutang, dan beliau jawab: “Jika di hadapkan dua permasalahan antara berqurban atau melunaskan hutang orang faqir maka lebih utama melunasi hutang, lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat dekat.” (Majmu’ Fatawa & Risalah Ibn Utsaimin 18/144).
Namun pernyataan-pernyataan Ulama` di atas tidaklah saling bertentangan. Karena perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan orang yang berhutang. Sikap Ulama` yang menyarankan untuk berhutang ketika qurban terkait dengan orang yang keadaanya mudah dalam melunasi hutang atau hutang yang jatuh temponya masih panjang. Sedangkan anjuran sebagian Ulama` untuk mendahulukan pelunasan hutang daripada qurban terkait dengan orang yang kesulitan melunasi hutang atau orang yang memiliki hutang dan pemiliknya meminta agar segera dilunasi. Dengan demikian, jika arisan qurban kita golongkan sebagai hutang yang jatuh temponya panjang atau hutang yang mudah dilunasi maka berqurban dengan arisan adalah satu hal yang baik. Wallahu a’lam.
[1] Hutang adalah wajib dilunasi. Qurban adalah sunnah mu`akkadah. Wajib didahulukan atas sunnah. Demikian alur pemikiran mereka yang menilai qurban hukumnya sunnah.
Sebagian Ulama` lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan hutang daripada berqurban. Di antaranya adalah Syaikh ‘Utsaimin dan Ulama` tim fatwa islamweb.net dibawah bimbingan Dr. ‘Abdullah Al Faqih (Fatwa Syabakah Islamiyah no. 7198 & 28826). Syaikh ‘Utsaimin mengatakan: “Jika orang punya hutang maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutang daripada berqurban.” [1] (Syarhul Mumti’ 7/455). Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi qurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit hutang, dan beliau jawab: “Jika di hadapkan dua permasalahan antara berqurban atau melunaskan hutang orang faqir maka lebih utama melunasi hutang, lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat dekat.” (Majmu’ Fatawa & Risalah Ibn Utsaimin 18/144).
Namun pernyataan-pernyataan Ulama` di atas tidaklah saling bertentangan. Karena perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan orang yang berhutang. Sikap Ulama` yang menyarankan untuk berhutang ketika qurban terkait dengan orang yang keadaanya mudah dalam melunasi hutang atau hutang yang jatuh temponya masih panjang. Sedangkan anjuran sebagian Ulama` untuk mendahulukan pelunasan hutang daripada qurban terkait dengan orang yang kesulitan melunasi hutang atau orang yang memiliki hutang dan pemiliknya meminta agar segera dilunasi. Dengan demikian, jika arisan qurban kita golongkan sebagai hutang yang jatuh temponya panjang atau hutang yang mudah dilunasi maka berqurban dengan arisan adalah satu hal yang baik. Wallahu a’lam.
[1] Hutang adalah wajib dilunasi. Qurban adalah sunnah mu`akkadah. Wajib didahulukan atas sunnah. Demikian alur pemikiran mereka yang menilai qurban hukumnya sunnah.
0 komentar:
Posting Komentar